Senin, 21 Desember 2015

laporan knee disarticulation prosthesis

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Amputasi adalah pembedahan, memotong dan mengangkat tungkai atau lenganyang disebabkan oleh kecelakaan, congenital, infeksi, tumor, vascular disease.Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas.Saat melakukan amputasi, dokter bedah berupaya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin jaringan yang masih dapat digunakan. Amputasi dikelompokkan menjadi 2 yaitu amputasi terbuka (guillotine) dan tertutup.Amputasi terbuka dilakukan untuk infeksi berat.Untuk amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.Masalah yang sering muncul pasca operasi adalah infeksi, hemoragi, kontraktur dan emboli lemak.

Prosthetic merupakan Ilmu teknik di bidang medis yang mempelajari tentang pemeriksaan, pengukuran, pembuatan dan pengepasan alat pengganti anggota gerak tubuh yang hilang.Sedangkan  prosthesismerupakan suatu alat yang ditambahkan ke ekstremitas untuk menggantikan anggota gerak tubuh karena amputasi maupun kongenital. Knee disarticulation prostesis adalah alat pengganti anggota gerak tubuh yang dipasangkan di luar tubuh, diperuntukkan bagi pasien dengan amputasi knee disarticulation atau through knee (tepat lutut).

B.    TUJUAN
Tujuan dibuatnya laporan ini adalah untuk memenuhi tugas akhir dari mata kuliah Knee Disarticulation Prosthesis

BAB II

PENATALAKSANAAN
1.    Assesment
Assesment adalah suatu rangkaian kegiatan terhadap pasien/klien yang mencakup tindakan anamnesa dan pemeriksaan untuk mengidentifikasi permasalahan yang nyata  terhadap pasien/klien yang membutuhkan ortosis maupun prostesis , dengan cara memperhatikan riwayat penyakit, telah umum, uji khusus, pemeriksaan penunjang, pengukuran dilanjutkan dengan evaluasi hasil pemeriksaan melalui analisis dan sintesis dalam sebuah proses pertimbangan teknis dan klinis. Terbagi menjadi subjective dan objective
Alat :
1.    Blanko assesment
2.    Gornio meter
3.    Alat tulis
4.    Mid line

a.    Subjective assesment
Pemeriksaan yang dilakukan dimana pasien yang menjadi subjek / bercerita tentang kehidupannya sehari – hari sebelum terjadinya amputasi.
Adapun pemeriksaan tersebut meliputi:
1.    Nama pasien             :
2.    Tempat. Tanggal lahir      :
3.    Umur               
4.    Tinggi/berat badan          :
5.    Jenis kelamin             :
6.    Alamat             :
7.    Nomor Telp             :
8.    Pekerjaan             :
9.    Keadaan tempat tinggal     : 
10.    Sebab amputasi         :



b.    Objective assesment
Pemeriksaan yang dilakukan dimana pasien yang menjadi objek, pemeriksaan.
Pemeriksaan obyektif : inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan dasar,  pemeriksaan LGS(Lingkup Gerak Sendi), pemeriksaan MMT (Manual Muscle Testing).

•    Inspeksi            : Pemeriksaan dilakukan dengan cara 
melihat dan mengamati kondisi pasien.
•    Palpasi             : Pemeriksaan dilakukan dengan
cara  meraba, memegang dan menekan bagian stump pasien.
•    Pemeriksaan Gerak Dasar    :  Pemeriksaan gerak aktif,  pasif
   dan Isometik melawan tahanan.
•    Pemeriksaan LGS         :  Mengetahui luas gerak sendi pada
stump.   
•    Pemeriksaan MMT         :  Mengetahui kekuatan otot stump
dengan  kriteria 5-0


KRITERIA KEKUATAN OTOT
 Untuk mengetahui nilai kekuatan otot terdapat kriteria :
•    Nilai kekuatan 5    : Subyek mampu dengan LGS
(Lingkup Gerak Sendi) penuh dengan melawan tahanan maksimal dan melawan gravitasi.
•    Nilai kekuatan 4    : Subyek mampu dengan LGS penuh,
melawan gravitasi dengan tahanan sedang.
•    Nilai kekuatan 3     : Subyek mampu dengan LGS penuh     dan
melawan gravitasi tanpa tahanan.
•    Nilai kekuatan 2     : Subyek mampu bergerak dengan  LGS
sebagian dan melawan gravitasi.   
•    Nilai kekuatan 1     : Subyek mampu mengkontraksikan, tetapi
tidak terjadi gerakan otot.
•    Nilai kekuatan 0    : Subyek sama sekali tidak bisa
mengkontraksikan ototnya


















Hasil pemeriksaan pasien

1.    Kaki amputasi     : kaki kiri
2.    Kondisi stump      : tidak ada luka , jahitannya rapi, stump kendor, tertutup sempurna, permukaan kulit tidak dislokasi, tidak ada neuroma, medium stump.
3.    Level amputasi : midle amputasi
ROM              MMT
RIGHT    LEFT    RIGHT    LEFT


HIP     Flexion     100    100    5    4
    Extension    20    20    5    4
    Abduction    45    60    5    4
    Adduction    30    25    5    4
KNEE     Flexion    130    -    5    -
    Extension    5    -    5    -
ANKLE     Dorsal flexion    10    -    5    -
    Plantar flexion    40    -    5    -
SUB TALAR    Eversion     -    -    5    -
    Inversion     -    -    5    -


Prescpription :

Socket interfance     : soft liner
Socket design     : distal end socket
Foot             : sach foot
Suspension         : belt suspension


Hasil Blanko Assesment Pasien

Terlampir











2.    MEARSURMENT
Measurement merupakan proses pengukuran detail pada stump pasien. Bertujuan untuk mendapatkan data dalam bentuk ukuran stump pasien dan akan menjadi patokan dalam pembuatan socket.
a.    Alat & Bahan
1.    Blangko pengukuran           
2.    Alat tulis
3.    Stockinet
4.    Pensil Air
5.    Mid line
6.    Caliper
7.    Mistar
b.    Proses Measurement
Pada stump :   
1.    memakaikan stocking pada stump pasien
2.    mengikatkan tali rafia sebagai pengikat stoking agar tidak terlepas saat melakukan measurement dan casting, tepatnya dari anterior mengelilingi sampai bagian posterior.
3.    menandai stump pada area berikut :
o    Trochantor mayor
o    Sisi medial stump, yaitu 5 cm (2 inchi) di bawah perineum
o    Outline the distal end
o    Design socket
o    Sisa deformitas yang lain
4.    melakukan pengkuran pada stump dan sound leg.
5.    Pengukuran pada stump :
6.    Panjang stump
o    Diukur dari ischial tuberosity hingga distal end of the stump.
o    Diukur dari ischial tuberosity hingga distal end of the femur.
7.    Keliling stump
o    Keliling perineal level
o    Keliling setiap interval
8.    Diameter medio – lateral stump (jarak trochantor mayor hingga origo dari tendon adductor longus)diukur saat pasien duduk.
    Diameter anterior – posterior stump (jarak vertikal dari permukaan kursi hingga tendon adductor longus) diukur saat pasien duduk.
    mengukuran pada sound leg :
    Pasien dalam posisi berdiri
o    Panjang sound leg dari ischial tuberosity sampai ke lantai
    Pasien dalam posisi duduk
o    Jarak medial tibial plateu ke lantai
o    Keliling medial tibial plateu
o    Keliling dan tinggi tungkai terbesar
o    Keliling dan tinggi tungkai terkecil
o    Panjang foot
o    Tinggi heel sepatu yang digunakan pasien


3.    CASTING PASIEN
Alat dan Bahan :
1.    Jas lab
2.    Blanko assesment
3.    Blanko ukur
4.    Gorniometer
5.    Alat tulis
6.    Midline
7.    Pensil air
8.    Tali rapia
9.    Ember
10.    Kamera
11.    Cutter
12.    Kursi pasien
13.    Bad pemeriksaan
14.    Gip roll
15.    Stokinet
16.    Gunting











    Langkah-langkah pengerjaan :
1.    Memasang stokinet pada stump pasien
2.    Menandai pada bagian  
a.    Trochantor
b.    Adductor longus tendon
c.    Patella (jika ada)
d.    Femural condile dan epicondile
e.    Hamstring tendon
f.    Intercondile fossa
g.    Bony prominence dan luka

3.    Mengambil pengukuran circumduction
4.    Memasangkan selang di pada stump agar mudah saat mencopot hasil casting
5.    Merendam gips roll ke dalam air
6.    membalut sepertiga distal stump 3-4 lapis POP, minta pasien menumpu pd casting stand. (end bearing)
7.    membentuk dan massage area supracondylar
8.    Lanjutkan membalut hingga proximal end. Balut hingga perineum pada medial wall dan trokantor mayor pada lateral wall. Kemudian flatkan pada medial wall.
9.    Beri garis plumb line pada anterior dan lateral. Setelah diberi penandaan, potong dengan cutter atau gunting gyp. Cor negatif gyp dengan posisi tangkai sesuai garis plumb line.

a.    Checking the cast
 Ketika negative cast terbentuk atau sudah jadi. Pastikan negative cast sesuai/cocok sebelum pasien membersihkan diri dan pulang.
Hal-hal yang  perlu  di  cek :
•    Kekuatan umum negative cast.
•    Posisi tanda pada stump.
•    Anterior-posterior dan medio-lateral diameter.
•    Top circumference.
•    Panjang cast.
•    Bentuk umum cast
4.    FILLING
Filling yaitu proses pengecoranyang bertujuan untuk mendapatkan positif gips.
a.    Alat dan bahan :
1.    Ember + Air
2.    Bak pasir
3.    Gips powder
4.    Besi yang telahdipotong
5.    Air sabun
6.    POP
b.    Proses pengecoran  :
1.    Balutkembalidengan pop padabagianproksimal negative cast yang telah di trimline, sebelummelakukanpengecoran.
2.    Menyiapkantempatyang berisipasirsebagaitempatmenanamgips.
3.    Membasuh negative gipsdenganmenggunakan air sabun, janganterlalubanyakdanjanganterlalusedikit.
4.    Memasukkan air kedalam negative gipskemudianmenuangkannyakedalam ember sebagaitakaran air yang akandigunakanuntuk proses pengecoran.
5.    Memasukkangips powderpadatakaran air danmenunggugelumbunggips powderhilang, kemudianmengadukgipsdengan rata.
6.    Dengancepattuangkanadonangipskedalam negative castdanmenancapkanbesisampaiujungkemudianbesitersebutagakdiangkatsedikit.
7.    Menunggugipssampaikering.















5.    RECTRIFICATION
Rektifikasi adalah proses pengurangan dan penambahan pada area tertentu di positif gip agar saat pembuatan soket dapat fit dengan stump. Sering juga disebut dengan proses modifikasi positif gips.
a.    Alat dan Bahan:
•    Alat:
1.    Ragum
2.    Cutter
3.    Pensil air
4.    Blangko
5.    Alat tulis
6.    Caliper
7.    Midline
8.    Surform / plantar gips
9.    Sikat pembersih
10.    Paku
11.    Palu
12.    Mangkok gips
13.    spatula
14.    Gelas aqua
15.    Kawat kasa
16.    Tempat sampah
•    Bahan:
1.    Negatif cast
2.    Gips powder
3.    Air
4.    Pewarna

Langkah – langkah :

1. membuat garis tengah pada negatif cast dengan plumb line.
2. membersihkan gips , merapikan dan menandai kembali.
3. Mengukur ulang negatif gip sesuai blangko measurement.


1.    Rectifikasi dinding medial-proximal
    Area ini harus dibuat rata mengikuti garis progresi, dan menghindari tekanan pada bagian atas dan tepi.
    Perhatikan rotasi antara dinding medial proximal dan bentuk segitiga dari patella dan epicondyles
    Untuk socket tanpa quadrilateral brim, tinggi medial dapat dibuat 5cm di bawah level dari ichial tuberosity
2.     Rectifikasi dinding Lateral-proximal
    Area ini juga harus dibuat rata tapi masih memberikan ruang bagi greater trochanter, dan membuat tekanan menjadi rata.
    Pastikan diameter M – L sudah benar
    Untuk socket tanpa quadrilateral brim, tinggi dari dinding lateral dapat dibuat selevel dengan greater trochanter

3.    Rectifikasi dinding Anterior-Proximal
    Pada area ini harus dibentuk seperti area scarpas dari transfemoral cast, akan tetapi bentuk nya tidak harus terlalu jelas atau menonjol jika weight bearing tidak pada ichial seat
    Untuk socket tanpa quadrilateral brim, tepi anterior proximal dapat dibentuk lebih bulat.
4.     Rectifikasi dinding Posterior –proximal
    Area ini harus dibuat rata untuk memberikan kenyamanan saat duduk dan mencegah tekanan pada bagian atas dan tepi
5.     Pengurangan pada bagian supracondylar
    Untuk socket tanpa ichial weight bearing, area supracondylar dikurangi guna memberikan suspensi pada socket. Diameter M-L saat finishing harus sama dengan pengukuran stump pada saat casting.
    Pada bagian atas epicondyles pengurangan dibuat runcing,
    Untuk socket dengan ichial weight bearing, area supracondyler tidak dikurangi.
Cast build ups :
1. Trim line socket tanpa quadrilateral brim
    Bagian medial, tidak boleh lebih dari 5cm di bawah ichial tuberosity.
    Anterior lateral harus lebih tinggi daripada medial dan posterior.
    Anterior lateral dibuat sedikit lebih tinggi dari medial posterior.
    Bagian anterior, medial, dan posterior dibuat flare.
2. Penambahan pada Medial dan lateral epicondiles
    Penambahan pada bagian epicondylus
    Jika stump berupa tulang, penambahan lebih besar daripada stump yang berupa jaringan lunak.
    Penambahan bagian distal dan proximal yang dibentuk menyerupai persegi
    Ketika melakukan penambahan pada bagian lateral dan medial harus mengikuti lengkung proximal dari epicondyles
    Yang harus diperhatikan adalah menghindari tekanan pd adductor tubercle.
3.Penambahan pada bagian posterior dari condyles
    Area posterior dari condyles ditambah sedikit
    Jika hamstring tendons menonjol, perlu dlakukan penambahan guna memberikan ruang untuk muscle action,
    Jika intercondylar tidak ditemukan bagian yang sensitiv,  penambahan tetap  dilakukan

6.    PROSES PEMBUATAN MAL

Proses pembuatan mal bertujuan untuk mempermudah dalam proses pemotongan PVC.

a.    Alat dan bahan :
1.    Penggaris besi
2.    Cutter / Gunting
3.    Spidol
4.    Kertas Koran
5.    Plastic PVC

b.    Prosesnya Pemotongan Mal
1.    Ukur panjang stump
2.    Ukur lingkar terbesar dan terkecil pada stump.
3.    Gambarkan pada kertas koran.
4.    Potong kertas koran sesuai ukuran


c.    Proses pemotongan PVC
1.    Letakkan mal diatas plastic PVC.
2.    Pemotongan mengikuti baris dan dari mal, menggunakan penggaribesi, dan cutter

7. LAMINASI
Laminasi adalah proses pencetakan hard socket dengan menggunakan bahan utama yaitu resin dan katalis.
a.    alat dan bahan
1.    Plastik PVC   
2.    Setrika
3.    Tinner
4.    Ragum
5.    Positive cast
6.    Bedak
7.    Stockinet
8.    Serat Fiber
9.    Lakban
10.    Talirafia
11.    Botol aqua
12.    Corong
13.    Resin
14.    Catalys       
15.    Pengaduk
16.    Kain untuk meratakan resin

a.    Langkah – Langkah Pembuatan Hard socket
1.    Mengukur positif gips untuk pembuatan plastic PVC . Yang  diukur antara lain :
Circumference  terbesar =  cm
Circumference terkecil=  cm
Panjang positif cast =












2.    Kemudian plastic dilekatkan dengan cara menyetrika sehingga plastic tersebut berbentuk kerucut.
3.    Masukkan stockinet kedalam positif cast agar permukaan rata.
4.    Memberi thiner pada plastic pertama agar plastic lebih lentur dan masukkan kepositif cast
5.    Plaster pada bagian proksimal dan distal sehingga terlihat rapi.
6.    Setelah memasukkan plastik lalu memasang stockinet sebanyak  2 lapis
7.    Kemudian memotong serat fiber .Setelah dipotong serat fiber dilingkarkan pada positive gif dan ditali dengan benang nylon.
8.    Selanjutnya memasang stockinet lagi 1 lapis.
9.    Memotong fiber untuk tutup. Dan memasang stockinet lagi sebanyak 2 lapis.
10.    Kemudian memasukkan plastik PVC lagi yang dibuat sepperti yang pertama (seperti pada gambar)telah sudah diberi thinner.
11.    Lalu membuat latrutan resin dengan takaran 500 ml resin ,catalis 2 ml
12.    Kemudian adonan resin dituangkan ke positive gif yang akan diresin melalui corong .
13.    Setelah resin semuanya dituangkan lalu ratakan sampai kebawah sehingga resin tersebut rata pada positive gif.
14.    Kemudian massage.
15.    Tunggu sampai benar-benar resin tersebut keras
16.    Setelah resin keras, potong hard socket sesuai trimline
17.    Setelah itu positive gifnya dipecahkan sehingga soft socketnya dan hard socketnya dapat diambil
18.    Apabila trimline sudah sesuai, haluskan dan rapikan pula bagian ujung soket yang tidak rata agar bias dipasangkan adaptor socket
8.    ALIGNMENT
Alignment yg dilakukan tanpa pasien,dimulaidengan proses pemasangan komponen padaprosthesis.
a.    Alat & Bahan :
1.    Spidol                   
2.    Plumbline
3.    Penggaris
4.    Kunci L
5.    Malam
6.    Mesin Bur
7.    Mur danbaut
8.    socket adaptor
9.    free knee joint
10.    tube adaptor
11.    tube clamp assembly
12.    foot adaptor
13.    sach foot kiri ukuran 23
14.    selisian belt
langkah – langkah :
a.    bench alignment (assembling / merakit)
Bench alignment pada Knee disarticulation prosthesis hampir sama dengan prosthesis transfemoral . konsep dasarnya sama, hanya ada sedikit perbedaan. Perbedaan itu dapat dilihat pada:
    Socket Angles
    Knee Stability
    Knee joint Height
    Knee joint rotation
    Foot rotation
    Plumb linea





b.    Static alignment
Static alignment dilaksanakan ketika pasien dalam keadaan berdiri. Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa prosthesis stabil dan nyaman. Tiga hal utama untuk mengecheck kefitan prosthesis adalah dari soket, panjang prosthesis, dan alignment.
        Pengecekan :
    Ketinggian
    Kenyamanan
    Fit
    Suspensi
    Trimline
Prosedur:
1.    Lihat pasien berjalan menggunakan     prosthesis yang lama. Apakah ada     perubahan pada stump ketika pasien     menggunakan prosthesis yang lama
2.    Membantu memakaikan prostesis     kemudian  mintalah  pasien untuk berdiri
3.    Memeriksa ketinggian prostesis
4.    Memeriksa socket prostesis
5.    Memeriksa alignmentnya

c.    Dinamik alignment
Gait deviasi dari pasien knee disarticulation dan prosedur untuk mengecheck dan mengoreksinya berada di tahap ini. Pada dasarnya sama dengan pasien transfemoral dengan stump yang kuat dan panjang.
 Check: keseimbangan pasien dan meminta pasien berdiri dengan satu kaki , berjalan maju mundur
Prosedur:
1.    Memeriksa pola berjalan pasien
2.    Memeriksa kembali alignment sebelum memproses tahap terakhir
3.    Menanyakan kembali kenyamanan socket pada pasien



-socket problem (takok haidar)
Pada saat Fitting
1.    Prosthesis terlalu tinggi 2,3 cm , penyelesaian : tube di ganti
2.    Brim anterior terlalu besar 2 cm , penyelesaian dikurangi 2,5-3 cm
3.    Pasien susah flexi karena takut , TKA terlalu jauh dari anterior

Perbandingan
Prosthesis lama

1.    Ringan
2.    Nyaman karena sudah terbiasa    Prosthesis baru

1.    Berat
2.    Mulai merasa nyaman
3.    Knee joint terlalu berat
4.    Misal pasien terbiasa memakai akan nyaman saat dipakai
5.    Pasien memberi nilai 7


6.    soket variation
desain suspensi yang di pakai pasian kami : supracondylar
tumpuan berada : end of stump
desain socket push fit dengan silesian belt





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
    Knee disarticulation prostesis adalah alat pengganti anggota gerak tubuh yang dipasangkan di luar tubuh, diperuntukkan bagi pasien dengan amputasi knee disarticulation atau through knee (tepat lutut).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar